Monday, July 23, 2018

MODEL-MODEL PEMBUATAN KEPUTUSAN

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Model Pengambilan Keputusan
model adalah percontohan yang mengandung unsur yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). pengambilan keputusan itu sendiri merupakan suatu proses berurutan yang memerlukan penggunaan model sacara cepat dan benar.
 pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
  1. untuk mengetahuui apakah hubungan yang bersifat tunggsaal dari unsur -unsur itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu.
  2. untuk memperjelas secara eksplisit mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur itu.
  3. untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antara variabel. hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
  4. untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
 model merupakan alat  penyederhanaan dan penganalisaan situasi atau system yang kompleks. jadi dengan model, situasi atau system yang kompleks ini dapat disederhanakan tanpa menghilangkan hal-hal yang esensial dengan tujuan memudahkan pemahaman. pembuatan dan penggunaan model dapat memberikan kerangka pengelolaan dalam pengambilan keputusan.

B. Model-Model Pengambilan Keputusan

Para ahli terus berusaha untuk mempelajari berbagai pendekatan dan cara yang digunakan oleh para pengambil keputusan, baik yang berhasil maupun yang tidak, khususnya dalam menghadapai situasi problematis yang kompleks. Mempelajari berbagai kegagalan sama pentingnya dengan mempelajari keberhasilan. Sesuatu keputusan merupakan keputusan apabila

alternatif-alternatif penting tidak dipertimbangkan, terdapat kekeliruan dalam memperkirakan keadaan yang akan timbul pada lingkungan, ketidaktepatan dalam memperhitungkan hasil yang secara potensial mungkin diperoleh pilihan dijatuhkan pada alternatif yang tidak paling tepat dan bahkan kesalahan dalam menempatkan tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain, mempelajari mengapa pengambilan keputusan adakalanya membuat keputusan yang tidak baik untuk dikaji. Dengan ini dapat mengetahui sifat-sifat berbagai model dan teknik pengambilan keputusan sehingga apabila diterapkan mendatangkan hasil yang diharapkan. Pada dasarnya terdapat dua cara untuk melakukan penilaian keputusan:
1.      Menggunakan pendekatan yang sifatnya pragmatis, yaitu melihat hasil yang dicapai. Jika hasil yang dicapai sesuai dengan harapan dan keinginan, keputusan yang diambil dapat dikatakan sebagai keputusan yang baik, dan sebaliknya. Secara pragmatis, beberapa tolok ukur tambahan yang dapat dan biasa digunakan dalam menilai tepat tidaknya suatu keputusan antara lain:
a.       Mutu keputusan yang diambil dalam arti penggabungan yang tepat antara rasionalitas dan kreativitas oleh pengambil keputusan.
b.      Dipertimbangkannya berbagai alternatif yang wajar dan relevan untuk dipertimbangkan.
c.       Tersedianya informasi yang relevan, mutakhir, dapat dipercaya dan lengkap serta digunakan sebgai dasar untuk melakukan analisis yang diperlukan.
d.      Pemanfaatan yang ekonomis dari berbagai sumber daya, dana, dan tenaga dalam proses pengambilan keputusan.
e.       Akseptabilitas keputusan yang diambil oleh mereka yang diharapkan akan menjalankan keputusan tersebut dan oleh mereka yang akan terkena oleh keputusan yang diambil.
2.      Menggunakan pendekatan yang sifatnya prosedural. Dalam hal ini yang dinalai adalah proses tau tata cara yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Cara inilah yang menyangkut model dan teknik pengambilan keputusan. Yang dilakukan ialah meniali suatu keputusan baik atau tidak berdasarkan cara yang ditempuh untuk menjatuhkan piihan. Apabila seorang pengambil keputusan telah mengidentifikasikan dan mempertimbangkan semua alternatif yang secara sadar dibatasi, dan telah melalui semua langkah dalam proses pengambilan keputusan, serta menerima konsekuensi tindakan yang diambil, proses pengambilan keputusan demikian dapat dipandang sebagai proses yang tuntas.
Ada beberapa model dan teknik pengambilan keputusan :

1. Model Optimasi

Sasaran yang ingin dicapai dengan model optimasi adalah bahwa dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, organisasi memperoleh hasil terbaik yang paling mungkin dicapai. Sikap pengambil keputusan, norma-norma serta kebijaksanaan organisasi berperan penting dalam menentukan kriteria apa yang dimaksud dengan hasil terbaik yang mungkin dicapai itu.
Menurut Rainey (1991) rasionalitas memiliki arti dan dimensi yang bermacam-macam, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial rasionalitas itu meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Para pembuat keputusan mengetahui secara jelas tujuan-tujuannya secara relevan.
b.      Pembuat keputusan mengetahui dengan jelas kriteria untuk menilai tujuan-tujuan itu dan dapat menyususn peringkat dari tujuan-tujuan tersebut.
c.       Mereka memeriksa semua alternatif untuk mencapai tujuan mereka.
d.      Mereka memilih alternatif yang paling efisien untuk memaksimalkan pencapaian tujuan.
Langkah-Langkah Dalam Model Optimasi
Setiap keputusan yang diambil itu merupakan perwujudan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu, analisis proses pengambilan keputusan pada hakikatnya sama saja dengan analisis proses kebijakan. Menurut Maulana (2010) Proses pengambilan keputusan meliputi
a.         Lakukan kebutuhan akan suatu keputusan
b.         Menentukan kriteria yang diputuskan
c.         Menentukan kriteria yang berbobot
d.        Mengembangkan alternatif
e.         Menilai beberapa alternatif
f.          Memilih alternatif
Menyusun alternatif dengan memperhitungkan untung rugi untuk setiap alternatif dengan mempertimbangkan/ memperhitungkan/ memperkirakan kemungkinan timbulnya macam macam kejadian yang akan datang yang merupakan dampak dari kejadian terhadap alternatif yang dirumuskan. Akan didapat keputusan optimal, karena setidaknya telah memperhitungkan semua fakta yang berkaitan dengan keputusan tersebut (memaksimalkan hasil keputusan).
Kelebihan dan Kelemahan Model Optimasi atau Rasional
Kelebihan dari teknik pengambilan keputusan model optimasi, antara lain:
a.         Dapat memfokuskan diri pada pengumpulan data dan kriteria yang telah ditetapkan.
b.         Dapat mengurangi subyektifitas, yaitu mengambil keputusan berdasarkan opini seseorang.
c.         Efisien, karena berdasarkan pemilihan alternatif yang terbaik.
Kekurangan dari teknik pengambilan keputusan model optimasi, antara lain:
a.       Diasumsikan atau dianggap bahwa ada pengetahuan yang telah dihasilkan.
b.      Model optimasi ini tidak dinamis, harus mengikuti langkah-langkah yang terkait
c.       Dimunculkan sebagai obyektif  namun pengambilan keputusan oleh siapapun membutuhkan justifikasi pribadi (tidak bebas nilai).
Model optimasi didasar pada berbagai kriteria dan yang menonjol diantaranya adalah:
1)      Kriteria Maximin. Metode maximin menjelaskan bahwa pembuat keputusan seharusnya memusatkan perhatiannya pada atribut  terlemah yang dimilikinya. Metode ini tidak banyak menggunakan informasi yang tersedia. Kriteria ini mencari alternative yang maximum dari hasil yang minimum dari setiap alternative. Pertama, dicari hasil minimum dari setiap alternative, dan selanjutnya memilih alternative dengan nilai terbesar dari yang terkecil tadi. Karena kriteria ini memilih alternative yang memiliki kerugian terkecil, disebut sebagai kriteria keputusan pesimistik. Dengan kata lain model ini pada intinya berarti memaksimalkan hasil usaha dalam batasan-batasan minimum yang diperhitungkan akan dicapai.
2)      Kriteria Maximax. Model ini didasarkan pada asumsi yang optimistik yang menyatakan bahwa keputusan yang diambil akan mendatangkan hasil yang maksimum. Dalam prakteknya apa yang kemudian terjadi ialah lebih memaksimalkan usaha agar hasil yang diperoleh betul-betul semaksimal mungkin.
3)      Kriteria melewatkan kesempatan. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa merupakan hal yang alamiah apabila para pengambil keputusan berpikir dan bertindak dalam kerangka dilewatkannya peluang-peluang tetentu, apabila melewatkan peluang ituberakibat pada tersedianya peluang yang lebih besar demi meraih keuntungan yang lebih besar pula. Segi penting dari model ini ialah mengidentifikasikan secara teliti biaya yang harus dipikul karena hilangnya peluang tertentu, dan memperkecil kerugian yang harus diderita karena ingin memanfaatkan peluang yang lebih besar dimasa yang akan datang.
4)      Kriteria probabilitas. Model ini berarti bahwa pengambilan keputusan harus menggunakan kriteria kemungkinan diperolehnya hasil tertentu sebagai dasar untuk menjatuhkan pilihan. Probabilitas bisa mulai dari nol, dalam arti tidak ada kemungkinan tercapainya hasil yang diharapkan hingga satu, dalam arti bahwa terdapat kepastian akan diraihnya hasil yang diharapkan dengan diambilnya suatu keputusan tertentu.
5)      Kriteria nilai materi yang diharapkan. Kriteria nilai materi yang diharapkan. Dalam praktek penggunaannya dimulai dengan penentuan nilau atas hasil yang diperoleh dari setiap alternative yang dipilih untuk diterapkan. Model ini juga memperhitungkan kemungkinan apa yang akan timbul jika alternatif tertentu ditempuh.
6)         Kriteria manfaat. Kriteria ini merupaka kelanjutan dari kriteria nilai materi. Terlihat bahwa dengan penggunaan kriteria itu pengambilan keputusan tidak memperdulikan risiko yang mungkin harus dihadapi apabila pilihan dijatuhkan atas berbagai alternative yang tersedia.

2. Model Satisficing

Salah satu perkembangan baru dalam teori pengambilan keputusan ialah berkembangnya pendapat yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan hasil dengan menggunakan berbagai kriteria yang telah dibahas diawal. Tidak dapat disangkal bahwa aksentuasi pada pendekatan kuantitatif mempunyai tempat dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak dapat didekati semata-mata dengan prosedur yang sepenuhnya didasarkan pada rasionalitas dan logika. Kenyataan sering menunjukan bahwa para pengambil keputusan tidak selalu berpikir dalam kerangka pertanyaan: “ Alternatif- alternatif apa yang tersedia, informasi yang bagaimana yang diperlukan, serta analisis bagaimana yang diperlikan sehingga pilihan dapat dijatuhkan pada alternatif yang paling tepat?” Memang sukar membayangkan adanya situasi dimana seorang pengambil keputusan dapat memastikan semua konsekuensi tindakan yang akan diambil, baik yang menguntungkan maupun tidak.
Ada dua alasan pokok untuk mengatakan yang demikian itu:
a.       Memang tidak mungkin informasi yang relevan, mutakhir, lengkap dan dapat dipercaya selalu tersedia.
b.      Tidak semua kemungkin tentang semua konsekuensi yang akan timbul dapat diperkirakan secara tepat sebelumnya.
Model satisficing berarti pengambil keputusan memilih alternative solusi pertama yang memenuhi criteria keputusan minimal. Dengan tidak berusaha untuk mengejar seluruh alternative untuk mengidentifikasi solusi tunggal untuk memaksimalkan pengembalian ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang muncul untuk memecahkan masalah, bahkan jika solusi yang lebih baik diperkirakan akan ada kemudian. Pengambil keputusan tidak dapat menjustifikasi waktu dan pengorbanan untuk mendapatkan kelengkapan informasi. Masalah kompleks disederhanakan (hanya mengambil inti masalahnya saja / bounded rationality) sampai pada tingkat dimana pengambil keputusan siap menyelesaikannya.
Model satisficing, para pengambil keputusan merasa cukup bangga dan puas apabila keputusan yang diambilnya membuahkan hasil yang memadai, asalkan persyaratan minimal tetap terpenuhi. Ide pokok dari model ini adalah bahwa usaha ditujukan pada apa yang mungkin dilakukan “sekarang dan disini” dan bukan pada sesuatu yang mungkin optimal tetapi tidak realistis dan oleh karenanya tidak mungkin dicapai. Model ini terdapat dua keyakinan:
a.         Ketidakmampuan pengambil keputusan untuk menganilisis semua informasi.
b.        Pada tahap tertentu dalam proses pengambilan keputusan , timbul berbagai beban yang tidak dapat dipikul dalam bentuk waktu, uang, tenaga, dan frustasi dalam usaha memperoleh informasi tambahan.
Dalam penggunaan model satisficing tetap ada tempat bagi pertimbangan berbagai jenis alternatif yang mungkin ditempuh. Berbeda dengan model optimasi, yang membandingkan berbagai alternatif untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, dalam model satificing setiap alternatif dinilai tanpa terlalu memikirkan perbandingannya dengan alternatif-alternatif lain. Terdapat empat cara untuk membedakan model satisficing dengan optimasi:
1)        Dalam menguji suatu tindakan yang akan diambil hanya beberapa atau bahkan hanya satu persyaratan yang dipertimbangkan, sedangkan pertimbangan- pertimbangan lain tidak diperhitungkan lagi.
2)        Berbagai alternatif diuji secara berurut dan apabila ditemukan satu alternatif yang dipandang memadai, usaha untuk mencari alternatif lain dihentikan.
3)        Secara sadar jumlah alternatif dibatasi, dan pengujian terhadap setiap alternatif dilakukan secara acak.
4)        Pertimbangan menyetujui atau menolak tidak dikaitkan satu sama lain, melainkan diuji secara independen. Semua alternatif diperlakukan sama, yang berati bahwa keputusan yang ditangani dengan cara yang sama seperti halnya keputusan yang kurang penting.
Macam- macam variasi model satisficing:
a.         Ketentuan keputusan tunggal. Pendekatan ini sering  dapat menarik untuk diterapkan, terutama karena proses pengambilan keputusan berlangsung dengan cepat dan dengan hasil yang dapat diperhitungkan sebelumnya.
b.        Variasi eliminasi segi-segi tertentu. Variasi ini bertitik tolak dari usaha penyempitan terhadap pilihan dari berbagai alternatif yang mungkin dipilih. Artinya, suatu kombinasi dari ketentuan keputusan tunggal digunakan secara cepat untuk memilih beberapa alternatif kunci yang dipandang memenuhi syarat-syarat minimal.
c.         Variasi Inkrementasi. Variasi ini berarti pemikiran dipusatkan pada pengurangan dampak berbagai kelemahan nyata dan yang harus segera dihadapi oleh organisasi. Paham inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada. akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
Model satisficing ini logis dan rasional dalam batas yang sempit dikarenakan informasi tidak sempurna, kendala waktu, biaya, dan keterbatasan pemahaman.

3. Model Mixed Scanning

Scanning berarti usaha mencari, mengumpulkan, memproses, menilai, dan menimbang-nimbang informasi dalam kaitannya dengan menjatuhkan pilihan tertentu. Model mixed scanning berarti bahwa setiap kali seorang pengambil keputusan mengahadapi dilemma dalam memilih suatu langkah tertentu, satu keputusan pendahuluan harus dibuat tentang sampai sejauh mana berbagai sarana dan prasarana organisasi akan digunakan untuk mencari dan menilai berbagai fungsi dan kegiatan yang akan dilaksakan. Para ahli berpendapat bahwa, dalam penggunaan model ini keputusan- keputusan yang fundamental dibuat setelah terlebih dahulu melakukan pengkajian terhadap berbagai alternatif yang paling relevan, yang kemudian dikaitkan dengan tujuan dan sasaran organisasi. Unsur-unsur dari pendekatan yang rasional dan incremental digabungkan, dan penggabungan ini dipandang dapat saling isi mengisi, dalam arti kelebihan pendekatan yang rasional memperkuat kelebihan pendekatan yang inkremental.
Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusa tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan  ini dimungkinkan membuat keputusan-keputusan besar yang mempunyai dampak jangka panjang, dan juga keputusan-keputusan dengan ruang lingkup terbatas. Mereka dapat menggabungkan kedua perspektif tersebut, yaitu yang berjangka panjang dan luas dengan yang sempit bertahap dengan maksud mencegah mereka membuat keputusan inkremental yang kurang melihat jauh ke depan.
Contohnya : Saat kita memutuskan untuk pindah kerja ( resign ), pasti kita akan berpikir jauh, apakah di tempat kerja yang baru nanti akan lebih baik dari yang sekarang, pastinya kita tidak mau gegabah dengan mengambil keputusan secara cepat, karena dampaknya pasti aka nada penyesalan jika nantinya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu kita pasti akan memikirkannya matang-matang dalam membuat keputusan tersebut.

4. Incrimental Model

Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Ada beberapa kelemahan dalam teori inkremental ini diantaranya adalah, keputusan–keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat dan mapan sehingga kepentingan dari kelompok yang lemah terabaikan dan diduakan. Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan tidak memperhatikan berbagai macam kebijakan lain sehingga pengambilan keputusan yang bersifat inkremental  tidak mampu menjadi solusi atas permasalahan publik.Dinegara berkembang teori ini tidak cocok untuk diterapkan karena perubahan yang bersifat inkremental tidak tepat karena negara berkembang lebih membutuhkan perubahan yang besar dan mendasar. Menurut Yehezkel Dror (1968) model inkremental dalam membuat keputusan cenderung mengahasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga perubahan tidak cepat dan tidak signifikan.
Contoh kasus sebagai bentuk kritik dari teori inkremental adalah adanya kebijakan remunerasi bagi pegawai saat pemerintahan SBY jilid 2. Dengan menaikkan remunerasi (gaji) pegawai negeri sipil, kesejahteraan pegawai negeri sipil tercukupi, etos kerjanya meningkat bagus, dan tidak melakukan tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Terbongkarnya kasus korupsi yang dilakukan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan  Gayus H Tambunan, ternyata melibatkan banyak pihak di luar Kementerian Keuangan (seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan lain-lain), tentunya tidak cukup diatasi dengan kebijakan tambal sulam (inkremental), tetapi mungkin memerlukan pemecahan yang lebih menyeluruh (komprehensif). Berbagai inovasi sosial acapkali menuntut adanya kebijakan atau program yang baru.

5. Model Garbage Can Model

Model ini merupakan hasil evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision Process Model. Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision Process Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Beberapa karakteristik mengenai model ini adalah:
 1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.
 2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi. Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai berikut:
a)      Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.
b)      Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu menduduki jabatan seorang manajer.
c)      Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.
d)     Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
 3) Consequnces
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain
a)        Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami masalah.
b)        Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan permasalahan.
c)        Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya
d)       Tidak semua masalah dapat terpecahkan
e)      Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat minim.

6. Elite Polytic Model

Model ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk piramida dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elite pada ujung piramida dan aktor internal birokrasi pembuatan kebijakan publik berada ditengah-tengah antara masyarakat dan elite. Aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik (pemerintah) seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat dan elit dalam setiap kebijkan publik yang diambilnya. Akan tetapi dalam model ini mereka bukan sebagai abdi rakyat “servant of the people”tetapi lebih sebagai kepanjangan tangan dari elit yaitu kelompok-kelompok yang mapan ( The Establishment) (Islamy, 1986:36). Hal ini disebabkan kebijakan punlik ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, sehingga aktor pembuat kebijakan publik (pemerintah) hanyalah sekedar pelaksana-pelaksana dari kebijkan publik yang telah ditetapkan oleh elit.
Elitism menurut Thomas R. Dye (Islamy, 1986:41) mempunyai arti bahwa kebijakan publik tidak begitu banyak mencerminkan keinginan rakyat tetapi keinginan elit. Perubahan dan pembaharuan terhadap kebijakn publik terjadi hanya jika ada peristiwa-peristiwa yang mengancam system politik dan kedudukan elit. Tujuan perubahan kebijakan publik untuk melindungi sistem dan kedudukan elit. Elit menciptakan sistem sedemikian rupa sehingga massa sebagian besar menjadi pasif, apatis, dan buta informasi tentang kebijakan pulik. Elit mempengaruhi massa dan bukan sebaliknya. Komunikasi berjalan satu arah yaitu dari atas ke bawah. Massa sulit menguasai elit, dan massa tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap perilaku elit yang membuat keputusan.
Irfan Islamy (1986:40) menggambarkan kriteria-kriteria model elit-massa adalah sebagai berikut:
1)      Masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan (peguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya kekuasaan (dikuasai).
2)      Kelompok elit yang berkuasa berbeda dengan kelompok non elit yang dikuasai, karena kelompok elit terpilih berdasarkan keistimewaan yang dimiliki.
3)      Perpindahan posisi atau kedudukan dari non elit ke elit akan dipersulit, kecuali non elit yang telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk kedalam lingkaran penguasa.
4)      Golongan elit menggunkan consensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan system social dan untuk melindungi system tersebut.
5)      Kebijakan publik tidak menggambarkan kepentingan publik melainkan kepentingan elit.
6)      Golongan elit yang aktif relative sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang apatis atau pasif. Elitlah yang mempengaruhi massa dan bukan massa yang mempengaruhi elit.

7. Conflict Theory Model

Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.
Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi teoretis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.
Konflik secara etimologis adalah pertengkaran, perkelahian, perselisihan tentang pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan berlawanan dengan; atau berselisih dengan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik mempunyai arti percekcokan; perselisiah; dan pertentangan. Sedangkan menurut kamus sosiologi konflik bermakna the overt struggle between inthviduals or groups within a society, or between nation states, yakni pertentangan secara terbuka antara individu-individu atau kelompok-kelompok di dalam masyarakat atau antara bangsa-bangsa.
Dengan demikian yang dimaksud dengan teori konflik adalah sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompok-kelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat.

C. Pemilihan model tertentu

Model pengambilan keputusan memang beraneka ragam, namun perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu model pun yang cocok digunakan untuk mengatasi semua jenis situasi problematik yang dihadpi oleh organisasi. Karena itu kemahiran yang perlu dikembangkan oleh para pengambil keputusan ialah memilih secara tepat satu atau gabungan beberapa model, dan menyesuaikannya dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Alasan mengapa para pengambil keputusan cenderung memilih model pengambilan  keputusan yang sederhana ialah karena mereka tidak bisa tidak harus mempertimbangkan berbagai faktor intern, terutama nilai-nilai organisasional yang dianut dan berbagai kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh para manajer yang lebih tinggi kedudukannya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengambilan keputusan merupakam proses interaksi antara input-input sebagai bahan dasar pembentukan suatu model keputusan, yang terdiri atas tujuan organisasi,  kendala-kendala intern,kriteria pelaksanaan dan berbagai alternatif pemecahan masalah. Imteraksi tersebut diharapkan akan menghasilkan output yang baik yang berupa pelaksanaan keputusan,pengendalian, dan umpan baliknya. Pengambilan keputusan baik keputusan pribadi maupun keputusan kelompok dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:  keadaan lingkungan dn nilai-nilai yang kerap kali bertentangan , pengaruh politik, emosionalisme, tingkat pendidikan, dan model keputusam faktual. Lima faktor tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan suatu model.

B. Saran

Sehubungan dengan uraian pembahasan hingga sampai pada kesimpulan tentang Model pengambilan keputusan, maka kami pun menghimbau agar kiranya kita tidak hanya berpatokan pada konsep ini saja namun, bisa lebih mengembangkannya dalam kehidupan nyata, agar lebih jelas suatu implementasi dari konsep pengambilan keputusan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Komang, dkk. 2008. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu. h. 193.
Basyaib, Fachmi,. 2006. Teori Pengambilan Keputusan.   Jakarta: PT Grasindo
David Jary dan Julia jary, Sosiology Dictionary, New York: HarperCollins, 1991,  Hlm. 76
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,  2008,  Hlm. 746
Richard. 2003.  Management (Manajemen). Jakarta: Salemba Empat.
Siagian, Sondang. 1990. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta: Haji Masagung.
Suwitri, Sri. 2008. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro


No comments:

Post a Comment

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Manajemen Kurikulum ...