KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kelompok, sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan pada waktunya. Shalawat beriringan salam tidak lupa kita ucapkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah hingga
kezaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat sekarang
ini.
Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Manajemen Diklat. Pada kesempatan ini kelompok menyampaikan
ucapan terimakasih kepada dosen yang membimbing serta orang tua yang selalu
memotivasi untuk maju lebih baik.
Kelompok
menyadari Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi kesempurnaan
makalah ini, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari
pembaca, atas masukan berupa kritik dan saran tersebut kelompok ucapkan
terimakasih.
Padang, 12 november 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang
dimiliki oleh suatu organisasi, yang dijadikan objek dan juga subjek dalam
oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang dapat berkembang sesuai
dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia
haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan
terjadi kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.
Program pelatihan merupakan upaya pengembangan
sumber daya manusia. Untuk mengetahui efektivitas dan tingkat ketercapaian dari
pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan
bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai dari
system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan
setelah pelatihan.
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum
pelatihan dinamakan dengan need assessment atau mencari tahu
keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta
pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan
pelatihan dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah
program pelatihan yang telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak.
Dan evaluasi setelah pelatihan
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan
kinerja dari karyawan atau anggota organisasi selah mengikuti pelatihan.
Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari
karena evalusi akan mengukur tingkat ketercapaian dari program pelatihan yang
dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk kelangsungan program
pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan
merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat
menentukan keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi
ujung tombak keberhasilan atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur
yang memberikan materi pelatihan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian evaluasi?
2.
Apa yang menjadi
tujuan dari evaluasi program diklat?
3.
Apa saja fungsi evaluasi program diklat?
4.
Apa saja model-model yang digunakan
dalam evaluasi program diklat?
5.
Bagaimana langakah-langkah
dalam melakukan evaluasi program diklat?
C. Tujuan Penulisan
1. Apa pengertian evaluasi?
2.
Memahami apa yang menjadi tujuan dari evaluasi program diklat
3.
Memahami fungsi evaluasi program diklat
4.
Mengetahui model-model yang digunakan
dalam evaluasi program diklat
5. Memahami
langakah-langkah dalam melakukan evaluasi program diklat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa
Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa
Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam
bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Dalam Wikipedia Evaluasi (bahasa
Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi
dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya
mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi
di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah
evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan.
Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat
tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi
berikutnya.
Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar
ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan
metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok
percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan.
Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode
penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati
kebebasan dari
lingkungan sekitar. Realisme dari metode ini lebih
dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik,
diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan
secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain
penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis
data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.
B. Tujuan Evaluasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada
dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan
kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada
masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk
melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan
program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi,
program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan
dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program
bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil
kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan,
memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi
bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk bertujuan untuk perbaikan dan
pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif bertujuan
untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut
Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni
melayani pemegang keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan
untuk keperluan pertanggungjawaban.
Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu
pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari
stakeholders.
Salah satu tujuan evaluasi (Sujono, 2007 : 25)
adalah;
1.
Untuk memperoleh dasar bagi
pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum
dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
2.
Untuk menjamin cara kerja yang
efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang
dimiliki secara efesien dan ekonomis.
3.
Untuk memperoleh fakta tentang
kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.
C. Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven
(1967:225) adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi Formatif yaitu evaluasi
dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan
(program, orang, produk, dsb).
2.
Fungsi sumatif yaitu evaluasi
dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi
evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu
program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah
pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
3.
Fungsi diagnostik yaitu untuk
mendiagnostik sebuah program
D. Model-Model Evaluasi Program Pelatihan
Ada banyak model evaluasi
yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick, salah
seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain
menawarkan model evaluasi yang diberi nama Kirkpatrick’s
training evaluation model juga menunjuk model-model
lain yang dapat dijadikan sebagai pilihan
dalam mengadakan evaluasi terhadap sebuah program training. Berikut
ini akan diuraikan secara singkat beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju
Sudjana (2006: 225), yaitu:
1. Evaluasi model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (
Context, Input, Prosess and Product)
pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam
pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya
mengevaluasi ESEA (the Elementary and
Secondary Education Act). Konsep tersebut
ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan
bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki.
The CIPP approach is based
on the view that the most important
purpose of evaluation is not to prove
but to improve (Mad aus, Scriven, Stufflebeam,
1993: 118). Evaluasi model CIPP dapat
diterapkan dalam berbagai bidang, seperti
pendidikan, manajemen, perusahaan sebagainya serta
dalam berbagai jenjang baik itu proyek,
program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan
Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas
4 dimensi, yaitu context, input, process
dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan
diberi nama CIPP model yang merupakan
singkatan ke empat dimensi tersebut. Nana
Sudjana & Ibrahim (2004: 246) menterjemahkan
masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai berikut:
1.
Context :
situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi
pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem
yang bersangkutan, seperti misalnya masalah
pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup
masyarakat .
2.
Input:
sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang
ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
3.
Process:
pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam kegiatan nyata
di lapangan.
4.
Product :
hasil yan g dicapai baik selama maupun
pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan.
2. Evaluasi model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari
elemen-elemen yang sama, ada banyak cara untuk
menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli
evaluasi atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda
dalam hal ini. Brinkerhoff & CS (1993:111) mengemukakan
tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan
penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti
evaluator -evaluator yang lain, namun dalam komposisi dan versi
mereka sendiri sebagai berikut :
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain
evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan
dan direncanakan secara sistematik sebelum implementasi
dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program
disertai seperangkat pertanyaan yang akan
dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari
sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat
sebelumnya dimana sipemakai akan menerima
informasi seperti yang telah ditentukan dalam
tujuan. Walaupun desain fixed ini lebih terstuktur daripada
desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan
yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi
formal yang dibuat secara individu dibuat berdasarkan desain
fixed, karena tujuan program telah ditentukan
dengan jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui
usulan atau proposal evaluasi. (Brinkerhoff & CS, 1993:111)
2. Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi
formatif digunakan untuk memperoleh informasi
yang dapat membantu memperbaiki program. Evaluasi
formatif dilaksanakan pada saat implementasi program
sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang
dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program. Evaluator sering
merupakan bagian dari pada program dan
kerjasama dengan orang-orang program. Strategi
pengumpulan informasi mungkin juga dipakai tetapi
penekanan pada usaha memberikan informasi
yang berguna secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi
sumatif dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu
program sehingga dari hasil evaluasi akan
dapat ditentukan suatu program tertentu akan diteruskan
atau dihentikan.
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada
variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak
pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena
evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu
pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program.
Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal dan
internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama. (Nana
Sudjana & Ibrahim, 2004: 246)
3. Experimental and Quasi experimental
Design vs Naural/Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai
metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti
ini subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan
dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian
untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila
siswa atau program dipilih secara acak, maka
generalisasi dibuat pada populasi yang agak
lebih luas. Dalam beberapa hal intervensi tidak
mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila
proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat
dokumen-dokumen, seperti mempelajari nilai tes
atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan
sebagainya. strategi pengumpulan data terutama
menggunakan instrument formal seperti tes, suvey,
kuesioner serta memakai metode penelitian yang
terstandar. (Nana Sudjana & Ibrahim, 2004: 246)
3. Evaluasi model Kirkpatrick
Menurut Kirkpatrick (Djuju Sudjana
2006:246) evaluasi terh adap efektivitas program
training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 – Reaction, level
2 – Learning, level 3– Behavior, level 4 – Result
1. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi
peserta training berarti mengukur kepuasan peserta (customer
satisfaction). Program training
dianggap efektif apabila proses training dirasa
menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training sehingga
mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training
berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan
memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan.
Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas
terhadap proses training yang diikutin ya maka
mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training lebih lanjut. Dengan demikian
dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan
training tidak terlepas dari minat,
perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti
jalannya kegiatan training. Orang akan belajar
lebih baik manakala mereka memberi reaksi
positif terhadap lingkungan belajar. (Djuju Sudjana 2006:247)
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa
aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang
tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
instruktur, media pembelajaran yang tersedia,
jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. (Djuju
Sudjana 2006:248)
2. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 20)
learning can be defined as the extend to which
participans change attitudes, improving knowledge,
and/or increase skill as a result of attending
the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training,
yaitu pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Peserta
training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya
telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan
ketrampilan. Oleh karena itu untuk mengukur
efektivitas program training maka ketiga aspek
tersebut perlu untuk diukur.
Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan
pengetahuan maupun perbaikan ketrampilan pada peserta
training maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut
dengan penilaian hasil (output) belajar.
Oleh karena itu dalam pengukuran hasil
belajar (learning measurement) berarti
penentuan satu atau lebih hal berikut: a). Pengetahuan
apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap apa yang telah berubah ?,
c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?. (Djuju
Sudjana 2006:249)
3. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke
3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda
dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke
2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2
difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada
saat kegiatan training dilakukan sehingga lebih
bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang
telah terjadi setelah mengikuti training juga akan
diimplementasikan setelah peserta kembali ke
tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini
lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang
terjadi di tempat kerja setelah peserta
mengikuti program training. Dengan kata lain yang
perlu dinilai adalah apak ah peserta merasa
senang setelah mengikuti training dan kembali ke
tempat kerja?. Bagaimana peserta dapat mentrasfer
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh
selama training untuk diimplementasikan di tempat
kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan
perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi
level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari
kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)
4. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke
4 ini difokuskan pada hasil akhir (final
result) yang terjadi karena peserta telah
mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori
hasil akhir dari suatu program training di
antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas,
penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya
kecelakaan kerja, penurunan turnover dan
kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai
tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun
teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain
adalah evaluasi terhadap impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)
4. Evaluasi model Stake (Model Countenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam
evaluasi, yaitu description dan judgement dan
membedakan adanya tiga tahap dalam program pelatihan,
yaitu antecedent (context), transaction (process)
dan outcomes. Stake mengatakan bahwa apabila
kita menilai suatu progr am pelatihan,
kita melakukan perbandingan yang relatif antara
program dengan program yang lain, atau perbandingan
yan g absolut yaitu membandingkan suatu
program dengan standar tertentu. Penekan an yang
umum atau hal yang penting dalam
model ini adalah bahwa evaluator yang
membuat penilaian tentang program yang
dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di
satu pihak berbeda dengan judgement di lain
fihak. Dalam model ini antecendent (masukan) transaction
(proses) dan outcomes (hasil) data di
bandingk an tidak han ya untuk menentukan
apakah ada perbedaan antara tujuan dengan k
eadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standar yang absolut untuk
menilai manfaat program (Farida Yusuf
Tayibnapis, 2000: 22).
E. Langkah-langkah Evaluasi Program Pelatihan
Dalam mengadakan evaluasi terhadap program pelatihan
secara sistematis pada umumnya menempuh 4 langkah, yaitu: (Purwanto dan Atwi
Suparman, 1999: 73).
1.Menyusunan Desain Evaluasi
Langkah pertama dalam evaluasi adalah menyusun
rencana evaluasi yang menghasilkan desain evaluasi. Pada langkah ini evaluator
mempersiapkan segala sesuatu sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
evaluasi, mulai menentukan tujuan
evaluasi, model yang akan digunakan, informasi yang akan dicari serta metode
pengumpulan dan analaisis data. Apabila langkah pertama dapat menghasilkan
desin evaluasi yang cukup komprehensif dan rinci, maka sudah dapat dijadikan
sebagai acuan kegiatan evaluasi yang akan dilaksanakan. Rancangan atau desain
evaluasi biasanya disusun oleh evaluator setelah melakukan diskusi dan ada
kesepakatan dengan pihak yang akan membiayai kegiatan evaluasi atau sponsor.
Namun adakalanya rancaranga disusun oleh evaluator untuk dijadikan bahan
mengadakan negoisasi dengan sponsor.
2.Mengembangkan Instrumen Pengumpulan Data
Setelah metode pengumpulan data ditentukan, langkah selanjutnya
adalah menentukan bentuk instrument yang akan digunakan serta kepada siapa
instrumen tersebut ditujukan (responden). Kemudian setelah itu perlu
dikembangkan butir- butir dalam instrument. Berbagai pertimbangan mengenai
berapa banyak informasi yang akan dikumpulkan, instrument dikembangkan sendiri,
mengadopsi ataupun menggunakan instrument baku dari instrument yang sudah ada
sebelumnya. Untuk memperoleh data yang valid maka instrument yang digunakan harus
memperhatikan masalah validitas dan reliabilitas. Selain hal tersebut, masalah
efisiensi dan efektivitas harus tetap diperhatikan. Jenis-jenis instrument yang
paling sering digunakan untuk
mengumpulkan data dalam evaluasi program pelatihan adalah dalam bentuk tes,
angket,ceklis pengamatan, wawancara atau evaluator sendiri sebagai instrument.
3.Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement
Langkah ketiga merupakan tahapan pelaksanaan dari
apa yang telah dirancang pada langkah pertama dan kedua. Pada langkah ketiga
ini evaluator terjun ke “lapangan” untuk mengimplementasikan desain yang telah
dibuat, mulai dari mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpretasikan, dan
menyajikan dalam bentuk yang mudah untuk dipahami dan komunikatif. Pengumpulan
data dapat dari populasi maupun dengan menggunakan sampel. Apabila menggunakan
sampel maka harus representatif mewakili populasi, oleh karena harus
memperhatikan tekhnik sampling yang baik. Berdasarkan data yang dikumpulkan
kemudian dianalisis dan dibuat judgement berdasarkan kriteria maupun standar
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil judgement kemudian disusun
rekomendasi kepada penyelenggara kegiatan pelatihan maupun fihak-fihak lain
yang mempunyai kepentingan dengan kegiatan pelatihan. Langkah ketiga ini
merupakan proses esensial dari kegiatan evaluasi program pelatihan di mana
terjadi dialog antara evaluator dengan obyek evaluasi. Hal yang harus
diperhatikan oleh evaluator pada tahap ini adalah masalah etika dan penguasaan
‘setting’ atau latar di mana evaluasi dilaksanakan.
4.Menyusun Laporan Hasil Evaluasi
Menyusun laporan merupakan langkah terakhir kegiatan
evaluasi program pelatihan. Laporan disusun sesuai dengan kesepakatan kontrak
yang ditandatangani. Misalnya dalam kontrak disepakati bahwa laporan dibuat dua
jenis laporan dengan sasaran atau penerima laporan yang berbeda. dapat
disepakati pula bahwa penyampaian laporan secara tertulis dan ada kesempatan
presentasi. Langkah terakhir ini erat kaitannya dengan tujuan diadakannya
evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format penyampaian laporan harus disesuaikan
dengan penerima laporan. terakhir ini
erat kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan
format penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima laporan.
F. Evaluator Program Pelatihan
Keberhasilan kegiatan evaluasi program pelatihan
akan sangat ditentukan oleh siapa yang
melakukan evaluasi atau evaluator. Evaluator adalah orang yang dipercaya oleh
pemilik program dan orang-orang yang berkepentingan dengan program
(stakeholder) untuk melaksanakan
evaluasi. Penentuan siapa yang akan menjadi evaluator ini sangat tergantung
kepada pemilik program. Berikut ini disajikan hal-hal yang berkaitan dengan
alternatif evaluator, pertimbangan penentuan, dan kompetensi evaluator.
1.Alternatif Penentuan Evaluator
Penentuan tentang siapa yang akan berperan sebagai
evaluator sangat penting dan menentukan dalam kegiatan evaluasi. Membuat
keputusan tentang siapa yang akan mengambil bagian sebagai evaluator terkadang
mengandung konflik pilihan yang dilematis. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul
ketika memikirkan siapa yang akan berperan sebagai evaluato adalah: Apakah
evaluator berasal dari dalam atau dari luar organisasi?. Apakah evaluator
merupakan sebuah tim atau individu?.
Apakah evaluator merupakan tenaga paruh waktu (part-time) atau bekerja penuh
(full-time)?. Apakah evaluator merupakan tenaga professional atau amatir?.
Jawaban atas setiap pertanyaan tersebut mengarah kepada pemilihan dan penentuan
evaluator.
2.Pertimbangan dalam Penentuan Evaluator
Berikut ini berbagai pertimbangan yang dapat
dijadikan pedoman sebelum menentukan evaluator. Pertimbangan ini berkaitan
dengan masalah keuntungan dan kerugian atau kelebihan dan kekurangannya.
1. Pertimbangan antara
evaluator orang dalam dan orang luar
Orang dalam
adalah orang yang berasal dari bagian atau institusi penyelenggaran program pelatihan, dan biasanya
mereka telah ikut dalam proses pengembangan dan pelaksanaan program pelatihan.
Sedangkan yang dimaksud dengan orang luar adalah mereka yang berperan sebagai
evaluator berasal dari luar bagian atau institusi penyelenggara program
pelatihan. Kelebihan orang dalam adalah mereka sudah mengetahui organisasi
dengan baik, dapat mengetahui reputasi, status dan kredibilitas organisasi
tempatnya bekerja. Ia memiliki hubungan yang baik dengan staf, memahami saluran
komunikasi dalam organisasi. Kelemahan orang dari dalam adalah terjadinya bias,
karena konflik kepentingan, mungkin evaluator tidak memiliki ketrampilan
evaluasi, atau pekerjaan evaluasi yang
dilaksanakannya terganggu oleh tugas lain dan akibatnya ia tidak dapat menepati
waktu. Sebaliknya apabila evaluator ditentukan dari orang luar, maka
kelebihannya mereka dapat bersikap netral, dapat bertindak sebagai pengamat
independent, obyektif sebagai pengamat, dan lebih kompeten dalam teknik
evaluasi. Kekurangan evaluator dari luar adalah mereka kurang akrab dengan
kebiasaan organisasi, tidak mengenal tatacara yang ada di organisasi yang
dimasuki, dan tidak menutup kemungkinan pemilihannya hanya berdasarkan
rekomendasi.
2.
Pertimbangan antara evaluator tim
dan individual
Kelebihan
evaluator individual atau perorangan adalah adanya kejelasan tentang siapa yang
harus bertanggungjawab, sedangkan kekurangannya adalah keberhasilan atau kegagalan
evaluasi tergantung pada satu orang. Sebenarnya hampir mustahil pekerjaan
evaluasi program pelatihan hanya diselesaikan oleh satu orang tanpa bantuan
orang lain. Apabila evaluator ditentukan oleh tim maka kelebihannya adalah
adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Evaluator terdiri atas
gabungan orang dengan berbagai keahlian sehingga bisa saling melengkapi.
Kelemahan evaluator tim adalah perlu waktu untuk pembentukan tim, membutuhkan
biaya yang tidak sedikit.
3.
Pertimbangan antara evaluator
parti-time dan full-time
Evaluator
parti-time dan full-time masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan apabila evaluator bekerja penuh waktu (full-time) adalah pekerjaan
terorganisir dengan baik, ketepatan dan arus informasi tidak tergantung pada
evaluator, sedangkan kelemahannya adalah biaya relatif lebih mahal, mengurangi
kesempatan partisipasi dalam kegiatan evaluasi. Apabila evaluator bekerja paruh
waktu (part-time) adalah dapat melibatkan berbagai keahlian dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan di mungkinkan penggunaan tenaga ahli dari luar, sementara kelemahannya
adalah waktu kunjungan singkat tidak memungkinkan untuk mempelajari
permasalahan secara menyeluruah dan perlu
biaya dan peralatan yang banyak untuk penjadwalan.
4.
Pertimbangan antara evaluator amatir
dan professional
Pengertian
evaluator professional di sini adalah mereka yang menjadikan pekerjaan evaluasi
atau penelitian sebagai pekerjaan pokok sehari-hari dan telah menekuni pekerjaan evaluasi dalam waktu yang
lama. Orang-orang di luar kriteria tersebut dianggap sebagai amatir. Kelebihan
evaluator amatir, terutama yang sudah
berpengalaman, meskipun amatir evaluatorbiasanya dapat memahami isi dan obyek
evaluasi dengan baik dan dapat memilih berbagai ketrampilan evaluasi
berdasarkan pengalaman. Kelemahan evaluator amatir adalah karena kurangnya
pengetahuan tentang evaluasi akibatnya dapat menurunkan obyektivitas evaluasi,
kemampuan evaluasinya terbatas dan mereka memiliki keterbatasan dalam pilihan
rancangan evaluasi. Kelebihan evaluator
professional adalah evaluator dapat melaksanakan evaluasinya berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan teknis dan evaluator memiliki berbagai pilihan model
evaluasi berdasarkan pengetahuan maupun pengalamannya. Kelemahan evaluator professional (biasanya orang luar),
tidak selamanya dapat diterima oleh orang dalam, kecenderungan menggunakan
metode tertentu, dan menghalangi pemilihan metode atau rancangan orang lain.
3.Kompetensi Evaluator
Evaluator haruslah dipilih dari orang yang benar-benar
memiliki kompetensi di bidangnya. Ketidakbebasan dalam penentuan evaluator
harus dihindari, sebab hal itu akan
berpengaruh negatif terhadap hasil evaluasi. Ketidakbebasan karena konflik
kepentingan atau conflict of interest lebih
besar pengaruhnya terhadap hasil ketimbang ketidakmampuan dalam bidang teknis.
Kompe tensi evaluator dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
kompetensi manajemerial, kompetensi teknis, kompetensi koseptual dan kompetensi
bidang studi (Purwanto dan Atwi Suparman, 1999: 55).
a. Kompetensi
Manajerial. Kompetensi manajerial (magerial skill) merupakan ketrampilan dalam mengelola dan
mengendalikan seluruh kegiatan evaluasi sehingga dapat berlangsung dengan baik.
Ketrampilan manajerial ini meliputi:
ketrampilan mengorganisir, memimpin, mengkoordinir,mengarahkan,
mengawasi, ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan interpersonal, analsis
system, membuat perjanjian atau kontrak, menjelaskan wawasan politik,
ketrampilan menerapkan etika profesi dan sebagainya
b.
Ketrampilan Teknis.
Kompetensi/ketrampilan Teknis yakni ketrampilan melakukan kegiatan evaluasi
langkah demi langkah, dari perencanaan sampai pembuatan laporan evaluasi secara
tuntas. Termasuk ketrampilan teknis ini di antaranya adalah: ketrampilan mengembangkan
instrument, melaksanakan tes dan pengukuran, melakukan analisis statistik,
menguasai berbagi metode pengumpulan
data, menguasai aplikasi komputer, menguasai berbagai soft-ware seperti excel, SPSS, Amos, Lisrel
dan berbagai soft-ware dalam bidang statistik lainnya, menerapkan metodolgi penelitian
evaluasi, membuat interpretasi, membuat rekomendasi dan menulis laporan serta
mempresentasikan laporan.
c.
Kompetensi Konseptual, yaitu
ketrampilan tingkat tinggi yang berkaitan dengan kemampuan menganalisis dan
pemecahan masalah. Ketrampilan konspetual (conceptual skill) yang harus
dikuasasi evaluator di antaranya adalah kemampuan menentukan pilihan
(alternative), menyusun rencana awal, mengklasifikasikan dan menganalisis
masalah, melihat dan menunjukkan hubungan antar variabel dan membuat
kesimpulan.
d. Kompetensi
bidang studi, yaitu kemampuan di bidang disiplin ilmu yang terkait dengan
kegiatan evaluasi. Keahlian ini meliputi: pengalaman kerja di bidang evaluasi,
berpengatahuan tentang sumber literatur yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi, menguasai konsep-konsep
maupun model- model evaluasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa
seseorang atau suatu organisasi menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai
tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program adalah
evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan
berlangsung.
Evaluasi peserta merupakan suatucara untuk
mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post
Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback
berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi
pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat
lainnya.
Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan
feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman
meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat
penulis susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membengun sangan pedinulis
harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menambah kazanah keilmuan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Moekijat. (1990). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka
Meningkatkan Produktivitas Perusahaan.Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Marzuki, M.S. (1992). Strategi dan Model Pelatihan.
Malang : IKIP Malang.
Franco, EA. (1991). Training. Quizon City:
kalayan Press Mktg Ent Inc.
Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Arikunto, Suharsini dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi
Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana. (2004). Manajemen Program Pendidikan,
untuk pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung:
Falah Production
Nana Sudjan a & Ibrahim. (2004).Penelitian
dan penilaian pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Kirkpatrick, D.L.(2005).Kirkpatrick’s training
evaluation model. Diambil pada tanggal 23 Sepember 2005, dari http://www.businessballs. com/
Kirkpatrick learningevaluationmodel.htm
No comments:
Post a Comment