Monday, July 23, 2018

MODEL EVALUASI PROGRAM PELATIHAN


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kelompok, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Shalawat beriringan salam tidak lupa kita ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah hingga kezaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat sekarang ini.
Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Diklat. Pada kesempatan ini kelompok menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen yang membimbing serta orang tua yang selalu memotivasi untuk maju lebih baik.
Kelompok menyadari Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca, atas masukan berupa kritik dan saran tersebut kelompok ucapkan terimakasih.  


Padang,  12 november  2017

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan asset yang sangat berharga yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang dijadikan objek dan juga subjek dalam oraganisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang dapat berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia haruslah senantiasa dikembangkan karena jika tidak maka kemungkinan akan terjadi kemunduran bahkan statis. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan dan pelatihan.
Program pelatihan merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengetahui efektivitas dan tingkat ketercapaian dari pelatihan maka dilakukan sebuah langkah yaitu evaluasi. Evaluasi dilakukan bukan hanya ada akhir pelatihan saja karena evaluasi merupakan mata rantai dari system pelatihan dimana dilakukan sebelum pelatihan, pada saat pelatihan dan setelah pelatihan.
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun berjalan sesuai dengan rencan aau tidak. Dan evaluasi setelah pelatihan


dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi selah mengikuti pelatihan.
Evaluasi menjadi sngat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur tingkat ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan memberikan feed back untuk kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta merupakan objek dari pelatihan dan akan merasakan hasil dari pelatihan sehinga evaluasi peserta menjadi sangat menentukan keberlangsungan pelatihan selajutnya. Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan atau ketercapaian program pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.

B. Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian evaluasi?
2.      Apa yang menjadi tujuan dari evaluasi program diklat?
3.      Apa saja fungsi evaluasi program diklat?
4.      Apa saja model-model yang digunakan dalam evaluasi program diklat?
5.      Bagaimana langakah-langkah dalam melakukan evaluasi program diklat?

C. Tujuan Penulisan

1.      Apa pengertian evaluasi?
2.      Memahami apa yang menjadi tujuan dari evaluasi program diklat
3.      Memahami fungsi evaluasi program diklat
4.      Mengetahui model-model yang digunakan dalam evaluasi program diklat
5.      Memahami langakah-langkah dalam melakukan evaluasi program diklat



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.
Dalam Wikipedia Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya.
Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari


lingkungan sekitar. Realisme dari metode ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupansehari-hari.
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.

B. Tujuan Evaluasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2004 : 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Ditinjau dari bentuk-bentuk evaluasi, maka evaluasi bertujuan untuk, evaluasi formatif untuk bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Menurut Stufflebeam yang membagi evaluasi kepada proactive evaluation, yakni melayani pemegang keputusan, sedangkan retroactive evaluation bertujuan untuk keperluan pertanggungjawaban.
Jadi, evaluasi hendaknya bertujuan dalam membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari stakeholders.
Salah satu tujuan evaluasi (Sujono, 2007 : 25) adalah;
1.    Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
2.    Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efesien dan ekonomis.
3.    Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari aspek-aspek tertentu.

C. Fungsi Evaluasi

Adapun fungsi evaluasi program Menurut scriven (1967:225) adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi Formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).
2.      Fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.
3.      Fungsi diagnostik yaitu untuk mendiagnostik sebuah program

D. Model-Model Evaluasi Program Pelatihan

Ada  banyak  model  evaluasi  yang  dikembangkan  oleh  para  ahli  yang  dapat dipakai dalam mengevaluasi  program pelatihan. Kirkpatrick, salah  seorang ahli evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasi yang diberi  nama Kirkpatrick’s  training  evaluation model juga menunjuk  model-model lain  yang  dapat  dijadikan  sebagai  pilihan  dalam mengadakan  evaluasi  terhadap  sebuah program training. Berikut ini akan  diuraikan secara singkat beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225), yaitu:

1. Evaluasi model CIPP

Konsep  evaluasi  model  CIPP  ( Context,  Input,  Prosess  and  Product) pertama  kali  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  pada  tahun  1965  sebagai  hasil  usahanya mengevaluasi ESEA  (the  Elementary  and  Secondary  Education  Act).  Konsep tersebut  ditawarkan  oleh  Stufflebeam  dengan  pandangan  bahwa    tujuan  penting evaluasi adalah  bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki.
The  CIPP  approach is based  on  the  view  that  the  most  important  purpose  of  evaluation  is  not  to  prove but  to  improve (Mad aus,  Scriven,  Stufflebeam,  1993:  118).  Evaluasi  model  CIPP dapat  diterapkan  dalam  berbagai  bidang,  seperti  pendidikan,  manajemen, perusahaan  sebagainya  serta  dalam  berbagai  jenjang  baik  itu  proyek,  program maupun  institusi.  Dalam  bidang  pendidikan  Stufflebeam  menggolongkan  sistem pendidikan  atas  4  dimensi,  yaitu context,  input,  process  dan  product, sehingga model  evaluasi  yang  ditawarkan  diberi  nama  CIPP  model  yang  merupakan singkatan  ke  empat  dimensi  tersebut.  Nana  Sudjana  &  Ibrahim  (2004:  246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai berikut:
1.      Context : situasi  atau  latar  belakang  yang  mempengaruhi  jenis-jenis  tujuan dan  strategi  pendidikan  yang  akan  dikembangkan  dalam  sistem yang  bersangkutan,  seperti  misalnya  masalah  pendidikan  yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat .
2.      Input: sarana/modal/bahan  dan  rencana  strategi  yang  ditetapkan  untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
3.      Process:  pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan.
4.      Product : hasil  yan g  dicapai  baik  selama  maupun  pada  akhir  pengembangan sistem pendidikan  yang bersangkutan.

2. Evaluasi model Brinkerhoff

Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama, ada  banyak  cara  untuk  menggabungkan  elemen  tersebut,  masing-masing  ahli evaluasi atau evaluator  mempunyai  konsep yang  berbeda dalam  hal ini. Brinkerhoff &  CS (1993:111) mengemukakan  tiga  golongan  evaluasi  yang  disusun  berdasarkan penggabungan  elemen-elemen  yang  sama,  seperti  evaluator -evaluator  yang  lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design
                   Desain  evaluasi  yang  tetap  (fixed)  ditentukan  dan  direncanakan  secara sistematik sebelum  implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan  berdasarkan tujuan  program disertai  seperangkat  pertanyaan  yang  akan  dijawab  dengan informasi  yang  akan diperoleh  dari  sumber-sumber  tertentu.  Rencana  analisis dibuat  sebelumnya  dimana sipemakai  akan  menerima  informasi  seperti  yang telah  ditentukan  dalam  tujuan. Walaupun  desain fixed ini  lebih  terstuktur daripada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang  mungkin  berubah.  Kebanyakan  evaluasi  formal  yang dibuat  secara individu dibuat berdasarkan desain fixed,  karena  tujuan  program  telah ditentukan  dengan  jelas  sebelumnya, dibiayai  dan  melalui  usulan  atau  proposal evaluasi. (Brinkerhoff &  CS, 1993:111)
2. Formative vs Sumative Evaluation
                   Evaluasi  formatif  digunakan  untuk  memperoleh  informasi  yang  dapat membantu memperbaiki  program.  Evaluasi  formatif  dilaksanakan  pada  saat implementasi  program sedang  berjalan.  Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program.  Evaluator  sering merupakan  bagian  dari  pada  program  dan kerjasama  dengan  orang-orang program.  Strategi  pengumpulan  informasi  mungkin  juga dipakai  tetapi penekanan  pada  usaha  memberikan  informasi  yang  berguna  secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi  sumatif  dilaksanakan  untuk  menilai  manfaat  suatu program sehingga  dari  hasil  evaluasi  akan  dapat  ditentukan  suatu  program  tertentu  akan diteruskan  atau  dihentikan.
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu  pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program.  Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal  dan internal  yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)
3. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive
Beberapa  evaluasi  memakai  metodologi  penelitian  klasik.  Dalam  hal seperti  ini  subyek penelitian  diacak,  perlakuan  diberikan  dan  pengukuran dampak  dilakukan.  Tujuan dari penelitian  untuk menilai  manfaat suatu  program yang  dicobakan.  Apabila  siswa  atau program  dipilih  secara  acak,  maka generalisasi  dibuat  pada  populasi  yang  agak  lebih luas.  Dalam  beberapa  hal intervensi  tidak  mungkin  dilakukan  atau  tidak  dikehendaki. Apabila  proses sudah  diperbaiki,  evaluator  harus  melihat  dokumen-dokumen,  seperti mempelajari  nilai  tes  atau  menganalisis  penelitian  yang  dilakukan  dan sebagainya. strategi  pengumpulan  data  terutama  menggunakan  instrument formal  seperti  tes,   suvey, kuesioner  serta  memakai  metode  penelitian  yang terstandar. (Nana  Sudjana  &  Ibrahim, 2004:  246)

3. Evaluasi model Kirkpatrick

Menurut  Kirkpatrick  (Djuju Sudjana 2006:246) evaluasi  terh adap  efektivitas  program  training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 – Reaction, level 2 – Learning, level 3– Behavior,  level 4 – Result
1. Evaluating Reaction
Mengevaluasi  terhadap  reaksi  peserta  training  berarti  mengukur kepuasan  peserta (customer  satisfaction).    Program  training  dianggap  efektif apabila  proses  training  dirasa menyenangkan  dan memuaskan  bagi  peserta training sehingga mereka  tertarik  termotivasi untuk  belajar  dan berlatih. Dengan kata  lain peserta training akan termotivasi apabila  proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi  dari peserta  yang  menyenangkan.  Sebaliknya  apabila  peserta  tidak  merasa  puas terhadap  proses  training  yang  diikutin ya  maka  mereka  tidak  akan termotivasi untuk  mengikuti  training  lebih  lanjut.  Dengan  demikian  dapat  dimaknai  bahwa keberhasilan  proses  kegiatan  training  tidak  terlepas  dari  minat,  perhatian  dan motivasi peserta  training  dalam  mengikuti  jalannya  kegiatan  training.  Orang akan  belajar  lebih  baik  manakala  mereka  memberi  reaksi  positif  terhadap lingkungan belajar. (Djuju Sudjana 2006:247)
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek,  yaitu materi yang  diberikan, fasilitas  yang  tersedia, strategi  penyampaian materi yang digunakan  oleh  instruktur, media  pembelajaran  yang  tersedia,  jadwal  kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. (Djuju Sudjana 2006:248)
2. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick  (1988:  20) learning can be  defined as  the  extend to which  participans change  attitudes,  improving  knowledge,  and/or increase  skill as  a result  of  attending  the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan,  sikap  maupun  ketrampilan.  Peserta training  dikatakan  telah  belajar  apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena  itu  untuk  mengukur  efektivitas  program  training maka  ketiga  aspek tersebut  perlu  untuk  diukur.
Tanpa adanya  perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun  perbaikan  ketrampilan pada  peserta  training  maka program  dapat  dikatakan  gagal.  Penilaian evaluating  learning ini  ada  yang menyebut  dengan  penilaian  hasil  (output)  belajar.  Oleh  karena  itu  dalam pengukuran  hasil  belajar  (learning   measurement)  berarti  penentuan  satu  atau lebih  hal berikut: a).  Pengetahuan apa yang telah dipelajari ?, b). Sikap  apa  yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?. (Djuju Sudjana 2006:249)
3.  Evaluating Behavior
Evaluasi  pada  level  ke  3  (evaluasi  tingkah  laku)  ini  berbeda  dengan evaluasi  terhadap sikap  pada  level  ke  2.  Penilaian  sikap  pada  evaluasi  level  2 difokuskan  pada perubahan sikap  yang  terjadi  pada  saat  kegiatan  training dilakukan  sehingga  lebih  bersifat  internal, sedangkan  penilaian  tingkah  laku difokuskan  pada  perubahan  tingkah  laku  setelah peserta  kembali  ke  tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti  training juga akan  diimplementasikan  setelah  peserta  kembali  ke  tempat  kerja, sehingga penilaian  tingkah  laku  ini  lebih  bersifat  eksternal.
Perubahan  perilaku  apa  yang terjadi  di  tempat kerja  setelah  peserta  mengikuti  program training.  Dengan  kata lain  yang  perlu  dinilai  adalah  apak ah  peserta  merasa  senang setelah  mengikuti training  dan  kembali  ke  tempat  kerja?.  Bagaimana  peserta  dapat mentrasfer pengetahuan,  sikap  dan  ketrampilan  yang  diperoleh  selama  training  untuk diimplementasikan  di  tempat  kerjanya.  Karena  yang  dinilai  adalah  perubahan perilaku setelah  kembali ke  tempat  kerja maka  evaluasi level 3  ini  dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan training. (Djuju Sudjana 2006:249)
4. Evaluating Result
Evaluasi  hasil  dalam  level  ke  4  ini  difokuskan  pada  hasil  akhir  (final result)  yang  terjadi karena  peserta  telah  mengikuti  suatu  program.  Termasuk dalam  kategori  hasil  akhir  dari suatu  program  training  di  antaranya  adalah kenaikan  produksi,  peningkatan  kualitas, penurunan  biaya,  penurunan  kuantitas terjadinya  kecelakaan  kerja,  penurunan turnover dan  kenaikan  keuntungan. Beberapa  program  mempunyai  tujuan  meningkatkan moral  kerja  maupun membangun  teamwork  yang  lebih  baik.  Dengan  kata  lain  adalah evaluasi terhadap impact program. (Djuju Sudjana 2006:250)

4. Evaluasi model Stake (Model Countenance)

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan  adanya  tiga  tahap dalam program pelatihan,  yaitu antecedent  (context), transaction  (process)  dan outcomes.  Stake mengatakan  bahwa  apabila  kita  menilai  suatu   progr am  pelatihan,  kita  melakukan perbandingan  yang  relatif  antara  program  dengan  program  yang  lain,  atau perbandingan  yan g  absolut  yaitu  membandingkan  suatu  program  dengan  standar tertentu.  Penekan an  yang  umum  atau  hal  yang  penting  dalam  model  ini  adalah bahwa  evaluator  yang  membuat  penilaian  tentang  program  yang  dievaluasi.  Stake mengatakan  bahwa description di  satu  pihak  berbeda  dengan judgement di  lain fihak.  Dalam  model  ini antecendent (masukan) transaction (proses)  dan outcomes (hasil)  data  di  bandingk an  tidak  han ya  untuk  menentukan  apakah  ada  perbedaan antara  tujuan  dengan  k eadaan  yang  sebenarnya,  tetapi  juga  dibandingkan  dengan standar  yang  absolut  untuk  menilai  manfaat  program  (Farida  Yusuf  Tayibnapis, 2000: 22).

E. Langkah-langkah Evaluasi Program Pelatihan

Dalam mengadakan evaluasi terhadap program pelatihan secara sistematis pada umumnya menempuh 4 langkah, yaitu: (Purwanto dan Atwi Suparman, 1999: 73).

1.Menyusunan Desain Evaluasi

Langkah pertama dalam evaluasi adalah menyusun rencana evaluasi yang menghasilkan desain evaluasi. Pada langkah ini evaluator mempersiapkan segala sesuatu sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi, mulai menentukan  tujuan evaluasi, model yang akan digunakan, informasi yang akan dicari serta metode pengumpulan dan analaisis data. Apabila langkah pertama dapat menghasilkan desin evaluasi yang cukup komprehensif dan rinci, maka sudah dapat dijadikan sebagai acuan kegiatan evaluasi yang akan dilaksanakan. Rancangan atau desain evaluasi biasanya disusun oleh evaluator setelah melakukan diskusi dan ada kesepakatan dengan pihak yang akan membiayai kegiatan evaluasi atau sponsor. Namun adakalanya rancaranga disusun oleh evaluator untuk dijadikan bahan mengadakan negoisasi dengan sponsor.

2.Mengembangkan Instrumen Pengumpulan Data

Setelah metode pengumpulan data ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan bentuk instrument yang akan digunakan serta kepada siapa instrumen tersebut ditujukan (responden). Kemudian setelah itu perlu dikembangkan butir- butir dalam instrument. Berbagai pertimbangan mengenai berapa banyak informasi yang akan dikumpulkan, instrument dikembangkan sendiri, mengadopsi ataupun menggunakan instrument baku dari instrument yang sudah ada sebelumnya. Untuk memperoleh data yang valid maka instrument yang digunakan harus memperhatikan masalah validitas dan reliabilitas. Selain hal tersebut, masalah efisiensi dan efektivitas harus tetap diperhatikan. Jenis-jenis instrument yang paling sering  digunakan untuk mengumpulkan data dalam evaluasi program pelatihan adalah dalam bentuk tes, angket,ceklis pengamatan, wawancara atau evaluator sendiri sebagai instrument.

3.Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement

Langkah ketiga merupakan tahapan pelaksanaan dari apa yang telah dirancang pada langkah pertama dan kedua. Pada langkah ketiga ini evaluator terjun ke “lapangan” untuk mengimplementasikan desain yang telah dibuat, mulai dari mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpretasikan, dan menyajikan dalam bentuk yang mudah untuk dipahami dan komunikatif. Pengumpulan data dapat dari populasi maupun dengan menggunakan sampel. Apabila menggunakan sampel maka harus representatif mewakili populasi, oleh karena harus memperhatikan tekhnik sampling yang baik. Berdasarkan data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dan dibuat judgement berdasarkan kriteria maupun standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil judgement kemudian disusun rekomendasi kepada penyelenggara kegiatan pelatihan maupun fihak-fihak lain yang mempunyai kepentingan dengan kegiatan pelatihan. Langkah ketiga ini merupakan proses esensial dari kegiatan evaluasi program pelatihan di mana terjadi dialog antara evaluator dengan obyek evaluasi. Hal yang harus diperhatikan oleh evaluator pada tahap ini adalah masalah etika dan penguasaan ‘setting’ atau latar di mana evaluasi dilaksanakan.

4.Menyusun Laporan Hasil Evaluasi

Menyusun laporan merupakan langkah terakhir kegiatan evaluasi program pelatihan. Laporan disusun sesuai dengan kesepakatan kontrak yang ditandatangani. Misalnya dalam kontrak disepakati bahwa laporan dibuat dua jenis laporan dengan sasaran atau penerima laporan yang berbeda. dapat disepakati pula bahwa penyampaian laporan secara tertulis dan ada kesempatan presentasi. Langkah terakhir ini erat kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima laporan.  terakhir ini erat kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima laporan.

F. Evaluator Program Pelatihan

Keberhasilan kegiatan evaluasi program pelatihan akan sangat ditentukan oleh  siapa yang melakukan evaluasi atau evaluator. Evaluator adalah orang yang dipercaya oleh pemilik program dan orang-orang yang berkepentingan dengan program (stakeholder)  untuk melaksanakan evaluasi. Penentuan siapa yang akan menjadi evaluator ini sangat tergantung kepada pemilik program. Berikut ini disajikan hal-hal yang berkaitan dengan alternatif evaluator, pertimbangan penentuan, dan kompetensi evaluator.

1.Alternatif Penentuan Evaluator

Penentuan tentang siapa yang akan berperan sebagai evaluator sangat penting dan menentukan dalam kegiatan evaluasi. Membuat keputusan tentang siapa yang akan mengambil bagian sebagai evaluator terkadang mengandung konflik pilihan yang dilematis. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memikirkan siapa yang akan berperan sebagai evaluato adalah: Apakah evaluator berasal dari dalam atau dari luar organisasi?. Apakah evaluator merupakan sebuah tim atau  individu?. Apakah evaluator merupakan tenaga paruh waktu (part-time) atau bekerja penuh (full-time)?. Apakah evaluator merupakan tenaga professional atau amatir?. Jawaban atas setiap pertanyaan tersebut mengarah kepada pemilihan dan penentuan evaluator.

2.Pertimbangan dalam Penentuan Evaluator

Berikut ini berbagai pertimbangan yang dapat dijadikan pedoman sebelum menentukan evaluator. Pertimbangan ini berkaitan dengan masalah keuntungan dan kerugian atau kelebihan dan kekurangannya.
1.      Pertimbangan antara evaluator orang dalam dan orang luar  
Orang dalam adalah orang yang berasal dari bagian atau institusi  penyelenggaran program pelatihan, dan biasanya mereka telah ikut dalam proses pengembangan dan pelaksanaan program pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan orang luar adalah mereka yang berperan sebagai evaluator berasal dari luar bagian atau institusi penyelenggara program pelatihan. Kelebihan orang dalam adalah mereka sudah mengetahui organisasi dengan baik, dapat mengetahui reputasi, status dan kredibilitas organisasi tempatnya bekerja. Ia memiliki hubungan yang baik dengan staf, memahami saluran komunikasi dalam organisasi. Kelemahan orang dari dalam adalah terjadinya bias, karena konflik kepentingan, mungkin evaluator tidak memiliki ketrampilan evaluasi,  atau pekerjaan evaluasi yang dilaksanakannya terganggu oleh tugas lain dan akibatnya ia tidak dapat menepati waktu. Sebaliknya apabila evaluator ditentukan dari orang luar, maka kelebihannya mereka dapat bersikap netral, dapat bertindak sebagai pengamat independent, obyektif sebagai pengamat, dan lebih kompeten dalam teknik evaluasi. Kekurangan evaluator dari luar adalah mereka kurang akrab dengan kebiasaan organisasi, tidak mengenal tatacara yang ada di organisasi yang dimasuki, dan tidak menutup kemungkinan pemilihannya hanya berdasarkan rekomendasi.
2.      Pertimbangan antara evaluator tim dan individual
Kelebihan evaluator individual atau perorangan adalah adanya kejelasan tentang siapa yang harus bertanggungjawab, sedangkan kekurangannya adalah keberhasilan atau kegagalan evaluasi tergantung pada satu orang. Sebenarnya hampir mustahil pekerjaan evaluasi program pelatihan hanya diselesaikan oleh satu orang tanpa bantuan orang lain. Apabila evaluator ditentukan oleh tim maka kelebihannya adalah adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Evaluator terdiri atas gabungan orang dengan berbagai keahlian sehingga bisa saling melengkapi. Kelemahan evaluator tim adalah perlu waktu untuk pembentukan tim, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
3.      Pertimbangan antara evaluator parti-time dan full-time
Evaluator parti-time dan full-time masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan apabila evaluator bekerja penuh waktu (full-time) adalah pekerjaan terorganisir dengan baik, ketepatan dan arus informasi tidak tergantung pada evaluator, sedangkan kelemahannya adalah biaya relatif lebih mahal, mengurangi kesempatan partisipasi dalam kegiatan evaluasi. Apabila evaluator bekerja paruh waktu (part-time) adalah dapat melibatkan berbagai keahlian dalam waktu yang tidak terlalu lama dan di mungkinkan penggunaan  tenaga ahli dari luar, sementara kelemahannya adalah waktu kunjungan singkat tidak memungkinkan untuk mempelajari permasalahan secara menyeluruah dan  perlu biaya dan peralatan yang banyak untuk penjadwalan.
4.      Pertimbangan antara evaluator amatir dan professional
Pengertian evaluator professional di sini adalah mereka yang menjadikan pekerjaan evaluasi atau penelitian sebagai pekerjaan pokok sehari-hari dan telah  menekuni pekerjaan evaluasi dalam waktu yang lama. Orang-orang di luar kriteria tersebut dianggap sebagai amatir. Kelebihan evaluator amatir, terutama  yang sudah berpengalaman, meskipun amatir evaluatorbiasanya dapat memahami isi dan obyek evaluasi dengan baik dan dapat memilih berbagai ketrampilan evaluasi berdasarkan pengalaman. Kelemahan evaluator amatir adalah karena kurangnya pengetahuan tentang evaluasi akibatnya dapat menurunkan obyektivitas evaluasi, kemampuan evaluasinya terbatas dan mereka memiliki keterbatasan dalam pilihan rancangan evaluasi. Kelebihan evaluator  professional adalah evaluator dapat melaksanakan evaluasinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan teknis dan evaluator memiliki berbagai pilihan model evaluasi berdasarkan pengetahuan maupun pengalamannya. Kelemahan  evaluator professional (biasanya orang luar), tidak selamanya dapat diterima oleh orang dalam, kecenderungan menggunakan metode tertentu, dan menghalangi pemilihan metode atau rancangan orang lain.

3.Kompetensi Evaluator

Evaluator haruslah dipilih dari orang yang benar-benar memiliki kompetensi di bidangnya. Ketidakbebasan dalam penentuan evaluator harus dihindari, sebab hal  itu akan berpengaruh negatif terhadap hasil evaluasi. Ketidakbebasan karena konflik kepentingan atau  conflict of interest lebih besar pengaruhnya terhadap hasil ketimbang ketidakmampuan dalam bidang teknis. Kompe tensi evaluator dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: kompetensi manajemerial, kompetensi teknis, kompetensi koseptual dan kompetensi bidang studi (Purwanto dan Atwi Suparman, 1999: 55).
a.       Kompetensi Manajerial. Kompetensi manajerial (magerial skill)  merupakan ketrampilan dalam mengelola dan mengendalikan seluruh kegiatan evaluasi sehingga dapat berlangsung dengan baik. Ketrampilan manajerial ini meliputi:  ketrampilan mengorganisir, memimpin, mengkoordinir,mengarahkan, mengawasi, ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan interpersonal, analsis system, membuat perjanjian atau kontrak, menjelaskan wawasan politik, ketrampilan menerapkan etika profesi dan sebagainya
b.      Ketrampilan Teknis. Kompetensi/ketrampilan Teknis yakni ketrampilan melakukan kegiatan evaluasi langkah demi langkah, dari perencanaan sampai pembuatan laporan evaluasi secara tuntas. Termasuk ketrampilan teknis ini di antaranya adalah: ketrampilan mengembangkan instrument, melaksanakan tes dan pengukuran, melakukan analisis statistik, menguasai berbagi metode  pengumpulan data, menguasai aplikasi komputer, menguasai berbagai  soft-ware seperti excel, SPSS, Amos, Lisrel dan berbagai  soft-ware dalam bidang statistik  lainnya, menerapkan metodolgi penelitian evaluasi, membuat interpretasi, membuat rekomendasi dan menulis laporan serta mempresentasikan laporan.
c.       Kompetensi Konseptual, yaitu ketrampilan tingkat tinggi yang berkaitan dengan kemampuan menganalisis dan pemecahan masalah. Ketrampilan konspetual (conceptual skill) yang harus dikuasasi evaluator di antaranya adalah kemampuan menentukan pilihan (alternative), menyusun rencana awal, mengklasifikasikan dan menganalisis masalah, melihat dan menunjukkan hubungan antar variabel dan membuat kesimpulan.
d.      Kompetensi bidang studi, yaitu kemampuan di bidang disiplin ilmu yang terkait dengan kegiatan evaluasi. Keahlian ini meliputi: pengalaman kerja di bidang evaluasi, berpengatahuan tentang sumber literatur yang berkaitan dengan obyek  yang dievaluasi, menguasai konsep-konsep maupun model- model evaluasi.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung.
Evaluasi peserta merupakan suatucara untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya.
Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya.

B. Saran

Demikian makalah yang dapat penulis susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membengun sangan pedinulis harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah kazanah keilmuan bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA

Moekijat. (1990). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan.Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Marzuki, M.S. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang : IKIP Malang.
Franco, EA. (1991). Training. Quizon City: kalayan Press Mktg Ent Inc.
Nawawi, H, (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Arikunto, Suharsini dan Safruddin, Cepi. (2004). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wikipedia. Evaluasi. [Online]. Tersedia di : http://id.wikipedia.org/wiki/Evaluasi  (13 April 2012)
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana. (2004). Manajemen Program Pendidikan, untuk pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber daya Manusia. Bandung: Falah Production
Nana Sudjan a & Ibrahim. (2004).Penelitian dan  penilaian  pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Kirkpatrick, D.L.(2005).Kirkpatrick’s training evaluation model. Diambil pada tanggal 23 Sepember 2005, dari http://www.businessballs. com/ Kirkpatrick learningevaluationmodel.htm

No comments:

Post a Comment

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Manajemen Kurikulum ...